Selain menjadi sirup, air perasan jeruk nipis yang berasa asam menjadi campuran masakan atau minuman lain, seperti jamu. Pasalnya jeruk nipis tak hanya bisa menjadi minuman yang menyegarkan, namun juga mengandung khasiat obat. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) merupakan tumbuhan perdu dengan banyak cabang. Tanaman ini banyak ditanam di pekarangan dan kebun.
Tingginya bisa mencapai enam meter. Daunnya berbentuk bulat telur dan tiap daun bertangkai daun. Bunganya berbentuk bintang berwarna putih. Batangnya berkayu keras, dan biasanya berbuah setelah 2,5 tahun. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan yang licin, berkulit tipis, dan berwarna hijau kekuningan kalau sudah tua. Tanaman ini diduga berasal dari daerah India sebelah utara.
Buahnya mengandung banyak air dan vitamin C yang cukup tinggi. Daun, buah, dan bunganya mengandung minyak terbang. Biasanya jeruk nipis tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah yang banyak terkena sinar matahari. Jeruk nipis mengandung asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat, aktilaldehid, nnildehid) damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C.
Rasa jeruk nipis yang asam bisa membantu membersihkan nikotin yang terdapat pada gigi dan mulut orang yang suka merokok. Dari kandungan berbagai minyak dan zat di dalamnya, jeruk nipis dimanfaatkan untuk mengatasi disentri, sembelit, ambeien, haid tak teratur, difteri, jerawat, kepala pusing atau vertigo, suara serak, batuk, bau badan, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, ketombe, flu, demam, terlalu gemuk, amandel, penyakit anyang-anyangan (kencing terasa sakit), mimisan, dan radang hidung.
Dari beberapa penelitian terakhir menunjukkan, jeruk nipis juga mempunyai manfaat mencegah kekambuhan batu ginjal, khususnya batu ginjal kalsium idiopatik. Menurut laporan tersebut, mengonsumsi jeruk nipis bisa mencegah timbulnya batu ginjal. Hal ini diakui oleh Kepala Instalasi Renal RS Dr Sardjito, Yogyakarta, Prof DR Mochammad Sja'bani.
Pada penelitian tersebut diketahui bahwa jeruk nipis mengandung sitrat yang tinggi, sementara banyak penderita batu ginjal memiliki kadar sitrat yang rendah. Ia mengatakan kandungan sitrat jeruk nipis lokal (Citrus aurantifolia Swingle yang bulat) 10 kali lebih besar dibanding kandungan sitrat pada jeruk keprok, atau enam kali jeruk manis. Kandungan sitratnya mencapai 55,6 gram per kilogram.
Pada umumnya asam sitrat dalam air kemih pada penderita batu ginjal paling rendah pada malam dan dini hari. Maka pemberian jeruk nipis lebih bagus dikonsumsi sesaat sesudah makan malam. Perasan jeruk nipis yang dikonsumsi sesudah makan malam tersebut dilaporkan tak menimbulkan keluhan lambung. Air perasan dua buah jeruk nipis itu diencerkan dalam dua gelas air.
Meminum campuran jeruk ini bisa menurunkan dan mencegah kekambuhan batu ginjal kalsium idiopatik. Pencegahan penyakit ini perlu sebab jenis ini ditemukan pada sekitar 80 persen penderita batu ginjal. Namun, upaya pencegahan dan pengobatan penyakit ini dilakukan dengan cara membatasi konsumsi garam atau makanan asin, memberi masukan kalsium yang cukup, dan mengonsumsi protein rendah fosfat.
Sunday, 4 November 2007
Al Qur'an
Al Qur'an adalah kitab suci bagi ummat Islam. Secara literal Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al Qur'an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al Qur'an disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 masehi. Walau Al Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad SAW, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al Qur'an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 Masehi. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman. Lihat: Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an (Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an), oleh Syaikh Manna' Khalil al-Qaththan, Pustaka Al-Kautsar, 2006, Jakarta.
Al Qur'an memiliki 114 surat (bab), dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al Qur'an, mereka yang menghafal keseluruhan Al Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al Qur'an diseluruh dunia.
Muslim juga percaya bahwa Al Qur'an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al Qur'an ataupun hasil usaha mencari makna Al Qur'an, tetapi bukan Al Qur'an itu sendiri
Umat Islam percaya bahwa Al Qur'an disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 masehi. Walau Al Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad SAW, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al Qur'an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 Masehi. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman. Lihat: Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an (Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an), oleh Syaikh Manna' Khalil al-Qaththan, Pustaka Al-Kautsar, 2006, Jakarta.
Al Qur'an memiliki 114 surat (bab), dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al Qur'an, mereka yang menghafal keseluruhan Al Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al Qur'an diseluruh dunia.
Muslim juga percaya bahwa Al Qur'an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al Qur'an ataupun hasil usaha mencari makna Al Qur'an, tetapi bukan Al Qur'an itu sendiri
Berasuransi Syariah Mengamalkan Hadits Ukhuwah
Dalam sebuah riwayat digambarkan:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima, jumlahnya melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah surplus, yang minimal dapat mengurangi beban penderitaan orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima, jumlahnya melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah surplus, yang minimal dapat mengurangi beban penderitaan orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
Mencari Alternatif Asuransi Islami
* Pada hakekatnya manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Untuk dapat meraih kehidupan bersama, manusia harus saling tolong menolong dan saling menanggung antara yang satu dengan yang lain.
* Sistem At-Takaful, yaitu saling menanggung antara sesama manusia, merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia bagi kegiatan menusia sebagai makhluk sosial.
* Dengan dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan yang Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama atas risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau lainnya.
* Semangat bertakaful menekankan pada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah.
* Sistem At-Takaful, yaitu saling menanggung antara sesama manusia, merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia bagi kegiatan menusia sebagai makhluk sosial.
* Dengan dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan yang Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama atas risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau lainnya.
* Semangat bertakaful menekankan pada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah.
Antara Akad-Akad Islam Dengan Sistem Asuransi
* Kendati akad-akad di atas memiliki beberapa kemiripan dengan sistem asuransi, namun sesungguhnya secara syakliyah terdapat perbedaan-perbedaan mendasar yang cukup membedakannya dengan asuransi.
* Harus diakui bahwa dunia Islam baru berkenalan dengan asuransi pada sekitar abad ke 19, ketika terjadi penjajahan Dunia Barat terhadap negeri-negeri Islam.
* Oleh karenanya sesungguhnya asuransi merupakan sesuatu yang baru dan asing di kalangan muslim. Dan secara karakter, asuransi sangat kental dengan karakteristik negeri tumbuh dan berkembangnya yang tentunya sangat berbeda dengan karakter Muamalah Islamiyah.
* Namun bukan berarti bahwa hal tersebut secara hukum Islam tidak sah dan tidak diperbolehkan. Karena dalam masalah muamalah pada prinsipnya yang penting tidak melanggar atau bertentangan dengan prinsip syariah. Kaidah syariah mengatakan :
"Pada dasarnya hukum sesuatu itu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan pengharamannya".
* Harus diakui bahwa dunia Islam baru berkenalan dengan asuransi pada sekitar abad ke 19, ketika terjadi penjajahan Dunia Barat terhadap negeri-negeri Islam.
* Oleh karenanya sesungguhnya asuransi merupakan sesuatu yang baru dan asing di kalangan muslim. Dan secara karakter, asuransi sangat kental dengan karakteristik negeri tumbuh dan berkembangnya yang tentunya sangat berbeda dengan karakter Muamalah Islamiyah.
* Namun bukan berarti bahwa hal tersebut secara hukum Islam tidak sah dan tidak diperbolehkan. Karena dalam masalah muamalah pada prinsipnya yang penting tidak melanggar atau bertentangan dengan prinsip syariah. Kaidah syariah mengatakan :
"Pada dasarnya hukum sesuatu itu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan pengharamannya".
Cikal Bakal Asuransi Syariah
1) Bentuk-bentuk muamalah di atas (Al-Aqilah, Al-Muwalah, At-Tanahud, dsb) karena memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional. Bedanya, sistem muamalah tersebut didasari atas amal tathawwu dan tabarru yang tidak berorientasi pada profit.
2) Kemudian secara syakliyah, bentuk-bentuk akad di atas memang memiliki kemiripan dengan asuransi, meskipun beberapa diantaranya dipertanyakan 'pengakuan' Islam terhadap akad tersebut. Seperti Al-Muwalat, yang sebenarnya merupakan satu sistem pewarisan dalam pola kehidupan jahiliyah, yang pada masa peralihan zaman permulaan Islam memang diakui. Namun kemudian Islam menetapkan sistim mawarisnya sendiri sehingga akad tersebut tidak mempunyai wujud lagi.
3) Lalu pada Aqilah, yang justru 'pembayar premi' tidak mendapatkan 'manfaat' dari preminya tersebut, karena diperuntukkan bagi orang lain. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan syakliyah antara asuransi dengan Aqilah. Hal serupa juga terjadi pada akad Dhaman Khatr Tariq, dimana penjamin memberikan jaminannya secara sukarela, dan tidak berdasarkan 'premi' yang dibayar oleh terjamin.
2) Kemudian secara syakliyah, bentuk-bentuk akad di atas memang memiliki kemiripan dengan asuransi, meskipun beberapa diantaranya dipertanyakan 'pengakuan' Islam terhadap akad tersebut. Seperti Al-Muwalat, yang sebenarnya merupakan satu sistem pewarisan dalam pola kehidupan jahiliyah, yang pada masa peralihan zaman permulaan Islam memang diakui. Namun kemudian Islam menetapkan sistim mawarisnya sendiri sehingga akad tersebut tidak mempunyai wujud lagi.
3) Lalu pada Aqilah, yang justru 'pembayar premi' tidak mendapatkan 'manfaat' dari preminya tersebut, karena diperuntukkan bagi orang lain. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan syakliyah antara asuransi dengan Aqilah. Hal serupa juga terjadi pada akad Dhaman Khatr Tariq, dimana penjamin memberikan jaminannya secara sukarela, dan tidak berdasarkan 'premi' yang dibayar oleh terjamin.
Perusahaan Asuransi Dalam Syariat Islam
khir-akhir ini banyak bermunculan perusahaan -perusahaan asuransi dan masing-masing mengklaim memiliki fatwa yang membolehkan asuransi. Sebagian perusahaan itu mengungkapkan, bahwa uang yang anda bayarkan untuk asuransi mobil anda akan dikembalikan kepada anda hanya dengan menjualnya. Bagaimana hukum praktek itu ?
Agar kita lebih memahami dan mengamalkan permasalahan ini, marilah kita mengajak hati kita untuk lebih mengutamakan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kita mendapatkan manfaat dan terhindar dari perkara-perkara yang bisa menjerumuskan kita kejurang kenistaan dan kesedihan abadi.Berikut Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta yang dikutip dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram.
Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti ; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: yang artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]
Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du’at wat Taubah 2699]
Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat. [Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta’min At-Tijari wat Ta’min At-Ta’awuni]
Agar kita lebih memahami dan mengamalkan permasalahan ini, marilah kita mengajak hati kita untuk lebih mengutamakan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kita mendapatkan manfaat dan terhindar dari perkara-perkara yang bisa menjerumuskan kita kejurang kenistaan dan kesedihan abadi.Berikut Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta yang dikutip dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram.
Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti ; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: yang artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]
Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du’at wat Taubah 2699]
Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat. [Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta’min At-Tijari wat Ta’min At-Ta’awuni]
Subscribe to:
Posts (Atom)